Mentoring & Remote Working

2 hal pilihan saya untuk memberi impact sekaligus bisa memprioritaskan keluarga

Windyasari Septriani
6 min readJan 2, 2022

--

Photo by Samantha Borges on Unsplash

Mentoring

Pada dasarnya saya merasa suka dengan yang namanya teaching. Mungkin saja menurun dari keluarga saya termasuk mendiang ibu saya yang seorang guru SMA. Mereka terlihat sekali mengajar karena suka, bukan karena asal kerja. Saya sampai pernah berpikir untuk daftar ngajuin jadi guru PNS di bidang DKV, tapi saya ragu, ragu bahwa materi yang diajarkan akan up to date hehe…ragu juga dengan kesibukannya yang biasanya juga sering dinas. Akhirnya saya skip. Kalau jadi dosen, bukannya harus S2 kan? selain pertimbangan lainnya yang akhirnya membuat saya memilih untuk kerja sebagai designer saja seperti biasa dan bahkan bisa remote (di luar sebab pandemi).

Lalu ternyata di bidang yang saya jalani ada istilah mentoring.

Pertama kali mentoring adalah dari event workshop pemerintah, yang nawarin sebuah konsultan IT yang kerjasama dengan pemerintah Bandung. Lalu nextnya di lingkaran, tutormu.com lalu Jobhun. Pihak mereka menawarkan saya untuk jadi mentor. Berbekal pengalaman mentoring tsb, akhirnya saya memberanikan diri untuk apply sebagai mentor di ADPList dan alhamdulillah diapprove. Karena saya pikir, why not…jika impactnya bisa lebih meluas sehingga manfaatnya lebih menyebar, toh sebelumnya udah jalan di platform lain, ngga terlalu pilih-pilih gengsi, apalagi kali ini free bagi mentee nya. Sistemnya menarik pula, beda, yaitu 1 on 1 via video call. Awalnya dulu ADPList hadir dalam format database google sheet yang dishare untuk mereka yang membutuhkan mentoring terutama bagi yang terdampak pandemi Covid-19, menurut saya keren sekali dan brilian. Sisi kemanusiaan nya dapet, walau mengenai UX dan tech yang hingar bingar akan duniawi ini hehe…saat itu juga di waktu yang berdekatan saya membuat UX Course free untuk yang terdampak pandemi khususnya. Jadi saya pikir, why not join ADPList yang awalnya memiliki misi sama :)

Di luar dugaan sejak awal-awal saya share bahwa saya mentoring di ADPList, tiap minggu nya penuh. Saya available 2x seminggu maksimal, @30 menit dan sejak saya join November penuh terus. Sampai akhirnya saya overwhelmed sendiri, karena kebetulan juga saat itu sedang ujian anak-anak. Ujian online pula kan. Akhirnya saya break dulu insya Allah sampai Februari 2022, kecuali saya di tengah-tengah merasa ingin mentoring lagi maka saya akan open kembali sebelum Februari.

Setiap sebelum sesi mentoring dimulai saya ngga cuma diam dan menunggu sampai mulai, saya pasti siapkan beberapa poin template yang saya buat untuk disampaikan ke mentee sesuai kebutuhan mereka, tidak dishare sih, tapi untuk panduan saya saja. Jadi bukan spontan ngobrol. Kalau di Jobhun bahkan saya siapkan slide khusus untuk disharing walaupun 1 on 1.

Oh iya, di ADPList ini sangat detail di bagian help center nya. Jadi silakan buat temen-temen yang akan mentoring, sebaiknya tidak langsung book, tapi cek dulu tips-tips dan sarannya di sini. Bahkan ada tips saya pernah baca, gimana ngilangin anxiety sebelum sesi mentoring mulai bagi mentee-nya. Jadi mentee ngga bakal cemas atau ragu ketika memulai. Selain tentunya aturan mengenai behaviour yang cukup lengkap. Sudah tidak aneh jika sebuah product/platform buatan luar negeri, pasti sangat aware sama yang namanya behaviour karena di sana mungkin hukum-hukumnya sudah lebih jelas daripada di Indonesia.

Saran bagi mentee

Sebetulnya saran-saran dan tips di help center nya ADPList sudah lengkap, tapi ini saran personal saya saja;

  1. Pilih mentor yang tepat buatmu. Bisa jadi bukan saya, bisa jadi iya. Biar ngga buang waktu kedua belah pihak.
  2. Gimana tau mentor nya tepat atau tidak, ya di ADPList pun bahkan mentee diminta googling dulu soal mentornya, jadi lebih tau mengenai mentornya sehingga bisa lebih tenang ketika sesi mentoring. Dan kalau teman-teman ngga terlalu tertarik pada si mentor, lebih baik jangan. Misal niatnya ngetes, atau kepo tapi sebenarnya ngga butuh, ya jangan, siapapun mentornya. Hargai dia. Jangan karena free jadi asal book.
  3. Jika mentee punya masalah, sesuaikan dengan pengalaman mentor. Contoh, terlepas dari apakah saya paham soal leadership, tapi karena saya belum pernah jadi manager, ya jangan ke saya kalau kamu ingin jadi manager. Kalau kamu adalah UX team of one, ya jangan ke UXer yang belum pernah ngalamin kerja jadi UX team of one, hanya karena dia punya titel misalnya. Karena akan beda empatinya nanti. Yang mudah sih nanya soal kerja remote ke yang jelas-jelas kerja remote, itu biasanya ada ke saya.
  4. Baca-baca dulu aturannya. Biar kamu ngga kecolongan soal behavior dan disiplinnya, dsb.
  5. Kalau ada apa-apa yang terjadi mengenai teknis sesi mentoring, konfirmasilah lewat chat massage juga. Tidak cuma notes pada feature yang cuma hinggap di email. Be gentle.

Remote Working

Remote working memang ngga cuma sekadar remote saja yang saya butuhkan. Sebagai ibu 2 anak, saya harus banget fokus ke anak, apalagi di masa-masa pandemi sekolah online, ya selain emang kodratnya juga sebagai ibu. Cuma seorang ibu, deh yang ngerti rasanya gimana anak-anak sekolah online. Apalagi sekolah anak saya tahfidz (hafalan Quran), jujur saya overwhelmed juga, walaupun secara teknis saya memang cukup telat mendaftarkan anak di les tambahan untuk tahfidznya, baru sekarang. Jadi selama ini mostly saya yang bimbing tahfidznya sampai anak sulung saya kelas 3 SD.

Beberapa perusahaan pasca saya resign dari Bukalapak memang sempat DM di Linkedin dan juga email, tapi rata-rata mereka tidak remote. Dari design consultant kecil, startup, sampai unicorn-unicorn dan decacorn juga bahkan pernah email saya (terima kasih yang sudah ngasih saya referal saat itu walau ngga kenal 🙏🏻 dan walau saya ngga bisa) dan belakangan perusahaan milik salah satu penerbangan yang bergerak di bidang syariah dengan tema usernya muslim yang pernah DM saya di Linkedin, bukan dari recruiter HR tapi karyawan productnya langsung. Secara teknis menarik, instagramnya juga sudah verified dan kerjanya remote. Tapi, remote nya gimana dulu, nih? sibuk ngga? gitu, kan hehe…saya perkirakan tetap sibuk apalagi timezone nya sama. Ini semua tentu buat apply ya bukan buat langsung diterima hehe…

Ngga cuma remote

Gimanapun so far belum ada yang lebih cocok daripada tempat saya kerja sekarang secara culture dan teknisnya, kalau secara product mereka menarik semua dan menantang, tapi ya saya seorang ibu 2 anak, bukan single, udah susah 🤦🏻‍♀️. Bukan harus kecil atau sedikit karyawannya, tapi biasanya yang ngga sibuk itu ya yang begini, plus bukan startup. Jadi culturenya beda dan ngga neko-neko, bukan face-paced environtment minimal. Ngga perlu ada gathering, team bounding, retreat event, town hall, ngga ada. Dan itu cocok dengan kondisi saya. Terlepas dari bidangnya yang qodarulloh align dengan saya, research psikologi dan healthcare, jadi ada impact yang sosial dan positif sih (ini sempat dan mungkin masih jadi trend sih, bahwa orang-orang tech di luar negeri sengaja cari pekerjaan di bidang berimpact sosial dan positif, jadi ngga cuma bisnis). Secara income pun lebih baik daripada di pekerjaan sebelumnya setidaknya. Saya ngga muluk-muluk soal gaji, karena yang sekarang aja udah takut pertanggungjawabannya di akhirat, walau bukan ngga mau lebih gede, lebih gede itu ngga salah, tapi saya memang ngga nuntut untuk gaji waw banget. Tentu saya ada standar minimal nya sih. Namun saya yakin ngga muluk-muluk termasuknya untuk ukuran pengalaman dan dari segi bidangnya (UX).

Memang tentu ada pros and cons nya ya. Tapi intinya karena prioritas saya keluarga, saya ngga bisa neko-neko dalam berkarir asalkan udah bisa prioritas ke keluarga, belum lagi harus belajar agama lagi (setiap muslim harus belajar btw) dan bisa memanjakan diri itu udah cukup hehe…

Kadang terpikir, udah usia segini kayanya ngga harus ngurusin orang-orang dengan sharing dan mentoring terus, deh, ya karena itu tadi saya seorang ibu, beda jika laki-laki. Tapi di sisi lain selain memang sharing/teaching itu passion, bukan self branding (pfftt..), saya ada berharap siapa tau dari segelintir orang, melalui sepatah 2 patah kata dari saya bisa menjadi sebab dan mempengaruhi orang lain dalam berusaha mencari kerja/rezeki, sehingga mereka bisa bermanfaat juga untuk orang sekitarnya nantinya. Ketimbang jadi yang meminta-minta (karena dalam Islam ngga boleh dan ngga banget kaya gitu). Well, ekstrim, sih. Cuma maksudnya kita tahu bahwa industri UX dan tech ini memang menggiurkan dan menjanjikan, maka siapa tahu hal tsb bisa jadi manfaat jika kita ada di dalamnya, baik secara keilmuan dan finansial. Siapa tahu mereka bisa membantu saudara-saudaranya dengan baik dan leluasa. Walaupun tergantung masing-masing orang ya.

Jadi so far selagi bisa, insya Allah saya jalani mentoring ini dengan emang niat, gitu. Selain ngisi konten di ig UX Change dan course yang saya jalani. Karena di coursenya juga saya aktif ngurusin tugas dan konsultasinya, ngga cuma beli putus. Walau sebetulnya bisa aja dengan harga segitu beli putus doang, tapi ya itu tadi, saya suka dengan sharing dan ngga tega aja dilepas gitu aja (bagi yang butuh). So far, seperti itu.

--

--

Windyasari Septriani

Former Product Designer, mother of 2, Prev Depict.ai, mainteny.com, Bukalapak - ig @infodkv & tanyajawab_ux