Akun UX Design di Instagram kini menjadi newsletter

Inspired by designers in the world with their newsletter rather than Instagram

Windyasari Septriani
4 min readAug 12, 2024

Memang ada juga segelinitir, mungkin masih kehitung jari designer Indonesia yang pake newsletter, itupun mungkin karena bawaannya kerja remote ke luar negeri. Jadi di negara luar designer-designer banyak yang punya newsletter dan ngga harus influencer dan ngga juga share di Instagram. Sebetulnya UX Change ini pernah punya newsletter begitupun saya pribadi, tapi kurang update dan saat itu layanan email cuma ada Tiny Letter yang bisa free setahu saya (sesuai jumlah subscriber saja), namun sekarang oleh Mailchimp dihilangkan. Untungnya sekarang banyak layanan email lainnya.

Semakin saya usia kematengan, semakin cocok rasanya konsep newsletter ini. Lagipula ngga bisa dibilang jadi influencer juga selama ini, jadi tanggung. Walaupun karena waktu dan tenaga yang terbatas dan belum/ngga mau pake tim segala untuk social media, jadi pasti update kontennya tidak intens di Instagram. Saya juga orangnya ngga terlalu jualan atau ngga terlalu jiwa marketing walaupun ada yang sedang dijual apalagi kalau kita promoin sendiri. Bukan dibayar institusi. Jadi ya memang kurang minat dalam promoin sesuatu secara masif. Kebiasaan kerja dan merasa cukup dengan itu. Entah nanti. Itu juga yang bikin kurang termotivasi rajin update.

Sebelumnya saya punya Instagram namanya @tanyajawab_ux dengan nama backingnya UX Change. Saat itu saya sengaja pakai nama UX biar to the point. Itu pun keinspirasi dari influencer-influencer luar yang mulai rame bikin konten desain di Instagram, tapi memang bau-baunya pada kaya marketing sih kalau di Instagram itu, beda dengan newsletter memang. Cuma saat itu kayanya designer-designer luar yang idealis belum pada bikin newsletter, belum banyak. Nah, mumpung di Indo belum banyak juga saat itu yang bikin Instagram desain, jadi saya coba buat, lagian udah biasa buat di @InfoDKV juga sebelumnya di Twitter. Namun sesuai dugaan kini semakin banyak dalam waktu singkat konten kreator design dan UX di lokal pun. Itu udah pastilah seiring waktu berjalan, ya bukan karena saya juga dong, mereka pasti tahu di luar mulai banyak influencer yang bikin konten desain di Instagram dan pasti pergerakannya cepat untuk mengikuti.

Memang di Instagram itu seru, dikasih konsep doodle aja followers langsung rame both untuk akun tanyajawab UX dan Info DKV. Dalam sebulan tumbuh 7 ribu dan 9 ribu followers asli. Jadi awalnya kedua akun ini seribuan followersnya. Dan tentu menggambar doodle itu sangat menguras tenaga dan waktu, belum lagi saya pengen konsep isinya ngga standar, atau ngga copas dari Google. Jadi benar-benar berdasarkan pengalaman. Walaupun saya ngga nyari karir karena kondisi berkeluarga, dan alasan lainnya, pengalaman saya termasuk ‘kelamaan’, jadi ada aja yang bisa dituangkan tanpa harus googling. Namun seiring waktu berjalan, anak-anak muda pun makin banyak pengalamannya, toh, walaupun yang pengalamannya bagus kayanya malah ngga bikin hehe…

Singkat cerita UX Change dengan Tanya Jawab UX nya ini berganti nama jadi Design Abroad. Ngga perlu diceritakan kenapa dan gimananya mungkin ya, karena para subscriber sudah dapet penjelasan itu juga. Intinya yang di atas tadi, saya lebih cocok bikin newsletter saja. Memang jauh sih engagement-nya so far daripada ngonten di Instagram atau Story Instagram. Tapi gpp, yang penting tepat guna. Jadi benar-benar yang mau aja. Saya juga menyesuaikan market UX yang terus terang sedang menurun dan terdampak tech winter walaupun ngga mati total juga. Jadi sepertinya udah ngga relate kalau saya pribadi koar-koar di IG soal UX atau design in tech, karena vibes-nya itu seperti ngomong di mimbar atau pakai toa. Rasanya ngga nyaman, beda dengan newsletter yang lebih intim dan ngga teriak-teriak.

Btw ini postingan di Linkedin yang sering saya temukan auranya lebih kelihatan empati kalau dari orang orang di Western, yang saya rasain sih.

Intinya post tsb bukti bahwa tech winter ini berpengaruh sedunia termasuk di UX Design. Jadi kalau saya kasih tips, jualan walaupun sayanya kebetulan sedang kerja, kaya kurang relate gitu. Sebetulnya jualan gpp asal jujur saja dengan situasi yang ada dan pembeli harus tahu yang djual itu perbekalan saja. Selama isinya tidak mengumbar janji (dalam Islam pun memang tidak boleh terlalu mengumbar janji). Jadi kalau saya pribadi langsung yang jualan, tidak akan seperti itu. Jika saya nanti dihire institusi perusahaan lalu perusahaan tersebut gaya marketingnya cukup aktif, ya itu di luar kendali. Kecuali memang bisa jamin, tapi saya ngga kebayang ya kalau bisa jamin apalagi tanpa ada koneksi ke perusahaan.

Di Design Abroad ini akan share newsletter seputar Design Works & Remote Works tapi ngga terpatok dengan pekerjaan baru saya yang remote ini, bisa apapun karena sebelumnya saya juga self-employed dengan menjual aset desain dan mengajar online. Jadi let’s see, saya pun belum buat planning khusus untuk konten jangka panjangnya. Namun untuk share misal di Instagram sejak saya kerja remote tahun lalu pun sebetulnya banyak yang bisa di-share, tapi karena kondisi pasar tiba-tiba seperti ini, rasanya kurang relate, apalagi kalau bentuknya Instagram.

Silakan jika ada yang mau subscribe:

--

--

Windyasari Septriani

Product & Web Designer, mother of 2, Prev Depict.ai, mainteny.com, Bukalapak - ig @infodkv & tanyajawab_ux